Assalamuálaikum Wr.Wb
Sahabat saya dan Pembaca Blog Nanda Reynaldi yg dirahmati Allah. Kali ini saya berbagi artikel yang cukup menarik, diambil dari berbagai sumber yang akhirnya saya beri judul "Islam, Korban Kekerasan atas Nama Agama. Islam Not Terorist"
Berbagai berita sering kita saksikan terkait Bomb,Pembunuhan dan Kekerasan atas nama Agama islam. Tentunya berita tersebut langsung ditangkap oleh orang non-muslim dan mengecap islam sebagai Agama Kekerasan atau Agama Teroris. saya tegaskan, itu tidak benar sepenuhnya !
sebagian bertanya JIKA ISLAM AGAMA YANG MENGAJARKAN PERDAMAIAN DAN PERSATUAN, MENGAPA ADA PERANG DAN JIHAD DALAM ISLAM ?
Maka dalam artikel ini, Insya Allah saya bahas MENGAPA dan KENAPA beserta Konsep Jihad dalam Islam.
Islam adalah agama yang damai yang mengajarkan kasih sayang dan cinta
sesama, hal itu dapat terlihat dari status Nabi Muhammad saw sebagai
Nabi yang universal yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh umat
manusia.
Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul Allah swt. kepada kamu sekalian dari Allah.." (7:158)
Kemudian dalam ayat lain Allah taala berfirman:
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam" (21:107)
Apabila seseorang telah dikirim sebagai sumber rahmat bagi semua orang, maka sangat jelas bahwa baik
|
image: quotes4everyday.wordpress.com |
beliau saw ataupun para pengikuti beliau tidak akan mungkin menjadi
sarana kerusakan dan penderitaan bagi siapapun di dunia. Inilah esensi
dari Islam tentang perdamaian.
Tetapi dalam hal ini terdapat pertanyaan yang sering diajukan terhadap
Islam berkaitan dengan hal ini, yaitu. jika Nabi Muhammad saw
benar-benar merupakan rahmat bagi seluruh umat mansusia dan Islam
benar-benar agama damai dan tidak mengajarkan ektremisme dan terorisme,
maka mengapa kita menjumpai terjadinya peperangan di masa awal maupun
akhir sejarah Islam? dan jika Islam mengajarkan perdamaian, mengapa
sekarang kita jumpai kelompok teroris dan ekstremis Islam di dunia ini
semakin menjadi-jadi, dan merekapun terus membenarkan ideologi mereka
dengan bertindak mengatasnamakan ajaran Islam dan Al-Qur'an?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sangat penting bagi kita untuk
memahami dan mempelajari sejarah awal Islam. Kita jangan merujuk
kesaksian sejarawan yang bias dan tidak adil yang muncul ratusan tahun
setelah masa kehidupan Nabi Muhammad saw, melainkan kita harus
menganalisis dan merujuk pada buku-buku sejarawan Muslim yang
menggunakan sumber-sumber asli dan otentik sebagai dasar karya mereka.
Tentunya Riwayat-riwayat para penulis yang berkaitan dengan sejarah awal
Islam tersebut telah didukung dan diverifikasi oleh penulis-penulis
yang berpikiran jujur dan adil yang muncul setelahnya. Oleh karena itu
untuk memahami persoalan sejarah awal Islam yang sebenarnya sangat
penting untuk memeriksa sumber-sumber yang paling otentik dan asli dari
sejarah Islam.
Islam, Korban Kekerasan atas nama Agama
Ketika sumber-sumber tersebut di perhatikan maka kita akan menemukan
bahwa pada periode awal Islam, banyak Muslim yang disiksa dengan kejam
dan brutal, dianiaya dan ditindas karena keimanan mereka oleh
orang-orang kafir. Pria, wanita dan anak-anak semua menderita kekejaman
mengerikan tersebut. Sebagai contoh beberapa Muslim sampai dibaringkan
diatas bara panas, sementara yang lain dibaringkan diatas pasir yang
terik dan batu ditindihkan diatas mereka. Kemudian terdapat beberapa
Muslim sampai kakinya terkoyak, sehingga persis tubuh mereka menjadi dua
bagian. Selama dua setengah tahun Nabi Muhammad saw beserta keluarga
dan semua sahabat beliau terpaksa bertahan di lembah, dimana mereka
diboikot dan dijauhi dari masyarakat, sehingga mereka tidak memiliki
akses untuk makanan, minum dan perbekalan lainnya. Selama berhari-hari
mereka tetap dalam kelaparan dan kehausan. Anak-anak Muslim tanpa henti
menangis dalam penderitaan dan putus asa. Tapi tetap saja orang-orang
kafir tidak menunjukkan belas kasihan dan kasih sayang apapun. Dalam
menanggung kekejaman dan pembatasan-pembatasan tersebut, umat Islam
terkadang meminta izin kepada Nabi Muhammad saw untuk melawan dan
membela diri dengan kekuatan mereka, namun pada setiap kesempaan Nabi
Muhammad saw menolak setiap permintaan tersebut, dan sebagai gantinya
beliau memberi nasihat supaya terus bersabar.
Adalah hal yang alamiah bahwa ketika seseorang mencapai titik dimana ia
sadar bahwa maut telah mengintainya disetiap penjuru, dalam keadaan
putus asanya itu dia akan mencoba untuk melawan dan membunuh lawannya
sebelum meninggal. Namun seperti yang saya katakan pada setiap
kesempatan Nabi Muhammad saw memerintahkan para pengikutnya untuk
menahan diri dan bersabar meskipun mereka menghadapi keadaan yang sangat
ekstrem. Beliau menasehatkan untuk bersabar karena beliau mengatakan
bahwa Allah taala tidak mengizinkannya untuk melawan musuh-musuh Islam.
Seorang orientalis Italia terkenal, Laura Veccia Vaglieri menulis
tentang hal ini masalah ini dan membuktikan bahwa:
"Muhammad [saw], korban penderita sarkasme dan penganiayaan dari Quraisy."
|
Rasulullah saw dan para sahabatnya
terpaksa hijrah dari Makkah ke Madinah
karena penindasan oleh kafir Mekkah |
Setelah bertahun-tahun penindasan kejam dan berbagai intimidasi,
sebagian besar umat Islam hijrah dari Mekkah. Kemudian setelah beberapa
lama nabi Muhammad saw sendiri hijrah dengan para sahabatnya ke kota
Madinah. Namun orang-orang kafir Mekkah tetap saja tidak membiarkan umat
Islam untuk hidup damai bahkan setelah hijrah. Sekitar dua tahun
kemudian orang-orang kafir menuju Madinah dan melancarkan serangan keji
terhadap kaum Muslimin. Tujuan mereka hanyalah untuk menghapus Islam dan
semua pemeluk Islam sekali dan untuk selamanya. Pasukan orang-orang
kafir sangat besar dan kuat dan mereka datang dengan perlengkapan
senjatan dan artileri yang besar. Sebagai perbandingannya hanya ada
sekitar 300 orang Islam sedangkan kekuatan dan persenjataan mereka yang
setara hampir tidak ada. Namun terlepas dari perbedaan signifikan dalam
hal persiapan, pada waktu itulah Allah taala memerintahkan umat Islam
untuk pertama kalinya melawan dan membela diri dari permusuhan dan
kekejaman musuh. Izin ini disebutkan dalam Al-Qur'an Surah 22 ayat 39-40
yang berbunyi:
"Telah diizinkan bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka
telah dianiaya. Dan sesunngguhnya Allah berkuasa menolong mereka.
Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya
karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” . Dan sekiranya tidak
ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain,
maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan
rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama
Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang
menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.
Jadi, jelas bahwa Umat Islam akhirnya diberi izin untuk membela diri
terhadap musuh Islam adalah karena dalam kondisi tertentu yang ekstrim,
namun demikian izin tersebut diberikan dalam kondisi tertentu yang
menyertainya seperti terbukti dari ayat-ayat yang baru saja dikutip.
Pertama, Allah taala menyatakan izin tersebut diberikan karena adanya
kekejaman yang melampaui batas dan orang-orang Islam telah terusir dari
rumah mereka. Mereka tidak hidup dengan damai bahkan setelah hijrah,
sebaliknya musuh tanpa ampun mengikuti mereka dalam upaya untuk
menghancurkan mereka sama sekali. Satu-satunya "kejahatan" yang
dilakukan oleh Umat Islam yang tertindas adalah hanya karena mereka
menyatakan keyakinan mereka terhadap Satu Allah dan menyembah-Nya. Selain
itu ayat-ayat ini menjelaskan bahwa izin tersebut tidak hanya diberikan
untuk melindungi umat Islam saja, melainkan meliputi pengikut semua
agama supaya terlindungi dilindungi dan terjaga.
Sejarah menjadi saksi dari fakta-fakta bahwa Empat Khalifah
Rasulullah saw telah menerapkan ajaran sejati beliau dan selalu memegang
teguh ajaran Alquran sebagai prinsip pedoman mereka selama periode
masing-masing khilafah. Tak satupun dari mereka yang pernah memprovokasi
peperangan tunggal. Peperangan yang terjadi hanya untuk membela diri.
Dalam peperangan selanjutnya yang diperjuangkan oleh para raja dan
penguasa Muslim kenyataannya sangat sedikit yang merupakan perang agama,
sebaliknya perang mereka berdasarkan perbedaan politik dan ambisi. Di
dunia sekarang ini kembali kita menjumpai bahwa perang terjadi karena
politik bukan perang agama. Tidak diragukan bahwa kelompok-kelompok
teroris dan ekstremis yang mengatasnamakan diri mereka dengan Islam
untuk membenarkan tindakan kebencian mereka telah mengalami peningkatan.
Selanjutnya, di beberapa negara mayoritas Islam kita temukan kekacauan
dan gangguan mengalami peningkatan. Kemudian terdapat pemerintah Muslim
tertentu yang melakukan pendekatan dengan sikap yang tidak adil.
Bagaimanapun tiap kelompok tersebut berusaha menyesuaikan dengan Islam,
tetapi sebenarnya tidak satupun dari mereka yang memiliki hubungan
dengan ajaran sejati agama. Karena apa yang mereka perlihatkan tidak
sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Islam.
Ajaran Islam dalam Membentuk Perdamaian
Jadi dengan jelas bahwa keberatan terhadap Islam dalam hal peperangan
ini bisa terbantahkan dari fakta-fakta diatas. Sebaliknya jika kita
lihat untuk konteks zaman sekarang era perang agama telah berakhir
karena musuh-musuh Islam tidak lagi terlibat dalam peperangan fisik
terhadap kaum Muslim. Sebaliknya pada masa sekarang musuh-musuh Islam
tidak lagi menggunakan pedang melawan Islam melainkan telah memanfaatkan
berbagai sarana komunikasi yang tersedia untuk menyebarkan kebohongan
dan propaganda palsu dalam upaya untuk menghentikan Islam. Oleh karena
itu kewajiban setiap Muslim adalah menyampaikan contoh ajaran Islam yang
benar ke seluruh dunia. Ini adalah cara untuk membantah lawan-lawan
modern Islam. Hanya muslim yang menyatukan diri dengan Allah lah yang
bisa menampakkan keindahan Islam yang sebenarnya pada dunia.
Dan merujuk kepada status Rasulullah saw sebagai Nabi universal,
rahmatan lil alamin, maka kita sebagai umat Islam harus sadar akan
tanggung jawabnya terhadap satu sama lain dan sadar untuk memenuhi
hak-hak satu sama lain, karena ketika hak-hak masing-masing dipenuhi
maka perdamaian dalam masyarakat dapat dibentuk, termasuk dunia yang
lebih luas. Ini adalah jihad yang sebenarnya yang memerlukan perjuangan
batin oleh manusia untuk mereformasi dirinya sendiri guna membangun
hubungannya dengan Allah dan memenuhi hak-hak sesama manusia.
Alquran dari halaman per halaman dipenuhi dengan bimbingan dan
didalamnya terhadap ratusan perintah yang telah diberikan. Sebagian
besar berhubungan dengan hak-hak Allah, hubungan dengan makhluknya dan
sarana untuk mambangun suasana perdamaian, cinta dan persatuan. Seperti
telah dijelaskan bahwa dimana izin perang diberikan maka hal itu
terbatas pada kondisi ekstrem tertentu dan tujuannya diberikan hanya
untuk membela diri dan dalam rangka pembentukan perdamaian jangka
panjang. Selain itu Islam sangat jelas mengajarkan bahwa segera setelah
perdamaian tercipta kelompok yang telah dikalahkan tidak boleh
dimanfaatkan atau diperbudak dan sumber penghasilan mereka tidak boleh
dihentikan atau diambil alih secara tidak adil.
Perintah lain yang diberikan untuk pembentukan perdamaian masyarakat
telah digambarkan dalam Surat 49 ayat 13 dimana dinyatakan bahwa orang
beriman harus menghindarkan diri dari prasangka karena prasangka
mengarahkan pada dosa. Ayat ini lebih jauh menyatakan bahwa seseorang
tidak boleh memata-matai satu sama lain atau berupaya mengulik kesalahan
orang lain. Di permukaan mungkin ini tampak seperti sebuah hal kecil
dan tidak signifikan. Namun jika ajaran ini benar-benar diikuti maka hal
ini akan mengarah pada perdamaian dalam masyarakat, baik dalam skala
kecil maupun skala yang lebih luas.
Dalam skala yag lebih kecil kita mengetahui bahwa rumah tangga keluarga
merupakan pondasi bangunan bagi masyarakat. Tetapi jika kita lihat
keadaan masyarakat sekarang ini, sangat disayangkan di seluruh dunia
banyak terjadi rumah tangga yang hancur dalam jumlah yang besar. Alasan
mendasar hal itu seringkali terjadi karena prasangka antara suami istri
atau terjadinya fitnah. Kemudian pada skala yang lebih luas kita
mengetahui bahwa prasangka dan pikiran buruk terhadap orang lain adalah
alasan utama mengapa hubungan antara kelompok yang berbeda atau negara
menjadi hancur.
Hal lain yang Alquran terus tekankan adalah memenuhi hak-hak satu sama
lain. Di Dalam Al-Qur'an Surat 83 ayat 1-3 Allah telah menyatakan bahwa
mereka yang merampas hak-hak orang lain dan yang tidak adil dalam
transaksi mereka akan dilaknat dan dihancurkan. Hal ini mengacu pada
orang-orang yang ketika mengambil bagian untuk mereka, mereka berupaya
untuk mengambilnya secara penuh namun ketika mereka mereka memberikan
kepada orang lain, muncullah ketidakadilan dengan menguranginya dari
yang seharusnya. Dengan demikian dalam beberapa baris Alquran telah
menentang tindakan buruk dan jahat tersebut dan juga telah meletakkan
dasar bagi perlindungan kehidupan, kehormatan dan martabat semua orang.
Sebagai contoh dimana seseorang telah dianiaya atau diperlakukan tidak
adil maka dalam reaksinya sangat memungkinkan baginya untuk membalas
dengan balasan setimpal. Namun dalam bertindak ia seringkali gampang
bertindak melampaui batas proporsional dan keadilan, dan bertindak
berlebihan dalam membalas dendam. Oleh karena itu Allah taala telah
memerintahkan bahwa untuk mencegah kesalahan seperti itu hak-hak orang
lain tidak boleh dirampas, karena konsekuensinya berpotensi sangat
serius dan berbahaya. Untuk mencegah hal-hal yang yang terjadi diluar
keadaan proporsional Al-Qur'an telah memerintahkan agar semua pihak
harus tetap adil dan proporsional dalam hubungan mereka. Mereka harus
memberi dan menerima dalam ukuran yang sama. Melalui ajaran-ajaran
demikian, hak-hak orang miskin dan kekurangan dijaga oleh Al-Qur'an,
karena perintah ini memerlukan keadilan dan kejujuran terhadap semua.
Jika prinsip-prinsip tersebut diperhatikan maka hal itu akan mengarah
pada segmen masyarakat yang kehilangan kemampuan berdiri diatas kaki
sendiri, agar mendapatkan kehormatan diri dan hidup dengan penuh
martabat.
Hal penting lainnya yang diberikan oleh Alquran untuk pembentukan
perdamaian dunia adalah bahwa jika dua pemerintahan Islam terlibat
permusuhan dan perselisihan, maka pemerintah lain harus bersatu
bersama-sama dalam upaya mendorong perdamaian. Jika dari negara
berperang terjadi gencatan senjata tetapi kemudian salah satu pihak
melanggar perjanjian atau terang-terangan menolak rencana perdamaian dan
malah terang-terangan melanggarnya maka pada tahap itu pemerintahan
yang lain harus secara bersama-sama menentang agresor tersebut.
Negara-negara yang menjadi dalam keadaan seperti itu tidak boleh
dibiarkan sendiri, sampai mereka dapat hidup damai kembali. Setelah itu
jika agresor menyatakan mundur dan menerima kesalahannya dan berjanji
untuk mematuhi perdamaian maka tidak boleh ada balas dendam dan
tindakan-tindakan yang tidak masuk akal, tidak menetapkan tuntutan yang
tidak pantas dan tidak adil. Dengan demikian prinsip mendasar ketika
berhadapan dengan hal-hal tersebut adalah harus bertindak dengan
keadilan. Pedoman ini diambil dari Surah 49 ayat 9 dalam Al-Qur'an. Hal
ini seharusnya tidak hanya dianggap sebagai pedoman bagi negara-negara
Islam saja, karena sesungguhnya jika semua negara mengikuti pedoman ini
maka keberatan-keberatan akan hilang. Sayangnya prinsip ini tidak
dipegang dan diperhatikan selama dan setelah Perang Dunia Pertama dan
karena itu pada akhirnya menyebabkan Perang Dunia II. Selama perang itu
sekali lagi prinsip-prinsip ini tidak diperhatikan dan persyaratan
keadilan tidak dipenuhi. Melihat sejarah masa lalu kita, jelas bahwa
saat ini dasar bagi Perang Dunia sedang diletakkan.
Ajaran Islam bersifat universl dan menjangkau semua spektrum kehidupan,
mulai dari unit keluarga dalam rumah tangga sampai pada masyarakat yang
lebih luas. Dan pada akhirnya juga mencakup hak-hak bangsa dan upaya
melakukan hubungan internasional.
LALU, BAGAIMANA KONSEP JIHAD DALAM ISLAM ? JIHAD BUKAN TERORIST DAN SEBALIKNYA TERORIST BUKAN PEN-JIHAD
‘Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami,
sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.
Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.’
(S.29 Al-Ankabut:69)
Kata bahasa Arab yaitu Jihad yang dikemukakan dalam ayat Al-Quran ini
diterjemahkan sebagai ‘berjuang.’ Kata Jihad itu memang secara relatif
pendek sekali tetapi implikasinya luar biasa dalam masyarakat Islam
secara keseluruhan dan dalam kehidupan pribadi seorang Muslim. Jihad
sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh atau
dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang keras memperoleh keridhaan
Ilahi. Baik individual mau pun secara kolektif, Jihad merupakan suatu
hal yang esensial bagi kemajuan ruhani.
Kata Jihad itu sama sekali tidak mengandung arti bahwa kita selalu dalam
keadaan siap untuk berkelahi atau melakukan perang. Hal itu sama sekali
jauh dari kebenaran dan realitas. Arti kata Islam sendiri berarti
kedamaian dan semua usaha dan upaya kita sewajarnya diarahkan kepada
penciptaan kedamaian serta harmoni di antara sesama kita, dalam
komunitas dan dalam masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kamus, kata Jihad diartikan sebagai berjuang tetapi juga sebagai ‘perang suci.’ Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford Reference Dictionary)
malah Jihad diartikan sebagai ‘perang untuk melindungi Islam dari
ancaman eksternal atau untuk siar agama di antara kaum kafir.’ Kata suci
dan perang sebenarnya tidak sinonim satu sama lain, bahkan saling
bertentangan karena tidak ada yang suci pada dampak dan kengerian
peperangan. Sangat menyedihkan bahwa kata ‘Jihad’ ini di masa kini sudah
demikian disalah-artikan oleh bangsa-bangsa Barat, khususnya dalam
media mereka. Sepintas, kesalah-pahaman demikian bisa dimengerti karena
dalam milenium terakhir ini ada beberapa kelompok Muslim ekstrim dimana
pimpinan mereka menterjemahkan ‘Jihad’ sebagai Perang Suci. Mereka
mengenakan kata Jihad itu pada segala perang yang mereka lakukan, apakah
untuk tujuan politis, ekonomi atau pun motivasi ekspansi. Akibat dari
kesalahan istilah demikian, agama Islam secara keliru telah dituduh
mendapatkan pengikutnya melalui cara pemaksaan dan laku kekerasan.
Kata Jihad itu sendiri dalam Al-Quran digunakan dalam dua pengertian: – Jihad fi Sabilillah – berjuang keras di jalan Allah, – Jihad fi Allah –
berjuang keras demi Allah. Arti kata yang pertama menyangkut perang
mempertahankan diri dari musuh kebenaran ketika mereka berusaha
memusnahkan agama ini, sedangkan pengertian kata yang kedua adalah
berusaha atau berjuang keras guna memenangkan keridhoan dan kedekatan
kepada Allah s.w.t.. Kata yang kedua itu lebih mengandung signifikasi
keruhanian yang lebih tinggi dibanding kata yang pertama.
Jihad ada tiga jenis:
- Berjuang melawan sifat dasar yang buruk dalam diri sendiri yaitu melawan nafsu dan kecenderungan kepada kejahatan.
- Berjuang melalui karya tulis, bicara dan membelanjakan harta guna
penyiaran kebenaran Islam serta mengungkapkan keindahannya kepada
non-Muslim.
- Berjuang melawan musuh kebenaran, termasuk di dalamnya perang membela diri.
Rasulullah s.a.w. mengistilahkan kedua Jihad yang pertama sebagai Jihad Akbar sedangkan yang ketiga sebagai Jihad Ashgar (Jihad yang lebih kecil). Suatu ketika saat kembali dari suatu peperangan, beliau menyatakan:
‘Kalian telah kembali dari Jihad yang kecil (berperang melawan musuh
Islam) untuk melakukan Jihad yang lebih besar (berperang melawan nafsu
rendah). (Khatib)
Jihad Ashgar
Kami akan menjelaskan terlebih dahulu Jihad yang kecil yaitu Jihad
Ashgar sebelum mengulas Jihad Akbar. Usia Muhammad Rasulullah s.a.w.
adalah empat puluh tahun saat datang panggilan Ilahi. Wahyu dan perintah
pertama yang diterima beliau sebagai bagian dari Al-Quran adalah:
‘Bacalah dengan nama Tuhan engkau yang telah menciptakan; menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah ! Dia Tuhan engkau adalah Maha Mulia; yang mengajar dengan pena; mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.’ (S.96 Al-Alaq:1-5)
Perintah pertama Allah s.w.t. ini jelas sekali menyuruh beliau untuk
menyebarkan ajaran Islam, baik secara lisan mau pun tulisan dan bukan
dengan kekerasan, bukan dengan pedang atau pun tindakan agresif apa pun.
Kata yang pertama saja sudah menyatakan untuk menyampaikan pesan,
memaklumatkan ke seluruh dunia akan wahyu dan ajaran Allah s.w.t.
melalui keluhuran Al-Quran.
Tak lama kemudian Rasulullah s.a.w. diperintahkan untuk menyatakan
secara terbuka dan merata segala apa yang diwahyukan kepada beliau.
Upaya beliau menyampaikan pesan Ilahi ini kepada masyarakat sekeliling
beliau di Mekah ternyata hanya membuahkan cemooh dan memancing
kekerasan. Pada awalnya hanya ada empat orang yang beriman kepadanya dan
ketika hal ini didengar penduduk Mekah, mereka lantas saja menertawakan
dan mencemooh. Dengan bertambah banyaknya ayat Al-Quran yang
diwahyukan, tambah banyak pula orang-orang yang tertarik dan mengikuti
pesan baru itu, terutama para pemuda, yang lemah dan yang tertindas
dalam masyarakat Mekah. Apalagi wanita, dimana mereka tertarik kepada
agama baru ini karena agama tersebut memberikan harga diri dan
kehormatan kepada mereka di tengah bapak, suami dan putra-putra mereka,
suatu hal yang belum pernah mereka nikmati sebelumnya mengingat mereka
terkadang diperlakukan lebih buruk dari hewan.
Keberhasilan Rasulullah s.a.w. ini berimbas buruk terhadap diri beliau
dan para pengikut awal. Penduduk Mekah melancarkan laku aniaya yang
tambah lama tambah kejam dan buas dengan berjalannya waktu. Mereka
menjadi ketakutan bahwa agama baru itu akan mengakar kuat dan agama
serta budaya mereka sendiri menjadi hancur karenanya. Karena rasa takut
itulah maka penduduk Mekah yang kafir itu lalu menghunus pedang dan
berpesta menjagal para hamba Allah yang setia dan benar. Jalan-jalan di
kota Mekah menjadi merah oleh darah umat Muslim, namun mereka ini tetap
saja tidak membalas. Kerendahan hati dan sikap istiqomah mereka malah
mendorong para penganiaya tersebut untuk bertindak lebih kejam lagi
dimana mereka memperlakukan umat Muslim dengan cara aniaya dan pelecutan
yang ekstrim. Banyak orang tua yang harus menyaksikan anaknya dibantai
di depan mata mereka sendiri dan beberapa orang tua disalib di depan
mata anak-anaknya.
Apa yang menjadikan orang-orang itu beriman kepada Rasulullah s.a.w.,
seorang laki-laki yang pada waktu itu tidak memiliki kekuasaan atau pun
kekayaan, beliau jelas tidak ada menghunus pedang guna memaksa
pengikutnya untuk beriman kepadanya dan pesan yang dibawanya.
Satu-satunya ‘pedang’ yang digunakan Rasulullah s.a.w. hanyalah
Al-Quran, sebuah pedang ruhani, pedang kebenaran, yang secara alamiah
telah menarik hati mereka yang tidak percaya, tanpa suatu agresi dalam
bentuk apa pun. Demikian itulah keindahan, keagungan dan daya tarik
Islam serta diri Muhammad yang menyiratkan kebaikan dan kasih sehingga
mereka ini bersedia menyerahkan nyawa untuk itu. Adalah orang-orang
non-Muslim, terutama penduduk Mekah, yang telah mengangkat pedang fisik
mereka untuk menyerang umat Muslim guna memaksa mereka kembali kepada
ajaran dan agama lama mereka.
Setelah Rasulullah s.a.w. hijrah ke Medinah, kekejaman bangsa kafir
Quraish malah tambah melampaui batas. Mereka lantas membunuhi para
pengikut lemah yang masih tertinggal di Mekah, termasuk wanita dan
anak-anak yatim. Meski Rasulullah s.a.w. beserta banyak dari para
sahabat telah hijrah ke Medinah, tetap saja mereka tidak dibiarkan hidup
damai. Tetap saja mereka ini diganggu terus di tempat yang baru itu.
Pada saat itu agama Islam yang baru muncul itu ditingkar musuh di segala
penjuru dan terancam kepunahan. Berkenaan dengan keadaan seperti itulah
maka perintah pertama tentang Jihad kecil lalu diwahyukan kepada
Rasulullah s.a.w.:
‘Telah diperkenankan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah
diperangi, disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.’ (S.22 Al-Hajj:39)
Para ulama sependapat bahwa ini adalah ayat pertama yang memberi izin
kepada umat Muslim untuk mengangkat senjata guna melindungi diri mereka.
Ayat ini meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman bagi umat Muslim
dalam melakukan perang defensif. Jelas dikemukakan disitu alasan yang
telah mendorong segelintir umat Muslim tidak bersenjata dan sarana
lainnya untuk berperang mempertahankan diri setelah menderita dengan
sabar sekian lamanya. Mereka menderita aniaya terus menerus selama
bertahun-tahun di Mekah dan masih terus diburu kebencian meski telah
hijrah ke Medinah. Alasan utama umat Muslim mengangkat senjata adalah
karena mereka telah diperlakukan dengan aniaya. Mereka telah menderita
tak terbilang lagi aniaya musuh dan perang telah dipaksakan terhadap
mereka.
Ayat Al-Quran berikutnya menegaskan inferensi tersebut dimana dinyatakan
bahwa izin untuk berperang diberikan karena umat Muslim telah diusir
dari rumah mereka:
‘Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah
mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Dan sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap
sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta
gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang
banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa
yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.’ (S.22 Al-Hajj:40)
Secara spesifik Al-Quran menegaskan bahwa bentuk Jihad ini adalah
berperang melawan mereka yang telah menyerang Islam terlebih dahulu,
dimana ayat-ayat Al-Quran lainnya juga menguatkan hal ini. Umat Muslim
hanya boleh mengangkat senjata untuk membela diri terhadap mereka yang
telah terlebih dahulu menyerang dan hanya jika umat Muslim memang
tertindas dan teraniaya. Hal inilah yang menjadi sukma dan esensi
daripada Jihad Islamiah yang sekarang ini banyak disalah-artikan. Jelas
tidak benar sama sekali jika dikatakan bahwa Rasulullah s.a.w. hanya
memberikan pilihan kepada umat untuk bai’at atau mati, Islam atau
pedang.
Jihad dengan pedang yang terpaksa dilakukan Rasulullah s.a.w. serta umat
Muslim awal karena tekanan keadaan yang khusus, adalah suatu phasa yang
bersifat selintas dalam penegakan fondasi Islam. Mereka yang berusaha
menghancurkan Islam dengan pedang, akhirnya punah karena pedang juga.
Kecuali ada suatu bangsa atau negara yang memaklumkan perang terhadap
umat Muslim dengan tujuan memupus Islam dari muka bumi, tidak ada perang
atau pertempuran yang dilakukan umat Muslim yang bisa disebut sebagai
Jihad. Tujuan dari umat Muslim dalam mengangkat senjata tidak pernah
untuk mengkaliskan siapa pun dari rumah atau harta benda atau pun
kemerdekaan mereka. Jihad perang hanya dibenarkan untuk membela diri
guna menyelamatkan Islam dari suatu kehancuran, menegakkan kemerdekaan
berpendapat disamping juga untuk membantu mempertahankan tempat-tempat
ibadah umat agama lain dari kerusakan atau penghinaan. Singkat kata,
tujuan utama dari perang yang dilakukan umat Muslim adalah guna
menegakkan kebebasan beragama dan beribadah, membela kehormatan diri dan
kemerdekaan terhadap serangan tidak beralasan, dan itu pun kalau ada
alasan bahwa hal tersebut akan terjadi lagi.
Umat Muslim di masa awal tidak memiliki pilihan lain kecuali berperang
karena mereka terpaksa harus melakukannya. Perang yang bersifat agresif
sejak dulu mau pun kini tetap dilarang oleh Islam. Kekuatan politis
negeri-negeri Muslim tidak boleh digunakan untuk ambisi atau pengagulan
pribadi, tetapi hanya untuk perbaikan kondisi rakyat yang miskin serta
demi pengembangan perdamaian dan kemajuan. Contoh akbar mengenai hal ini
ada pada saat Rasulullah s.a.w. beserta para pengikut beliau kembali ke
Mekah dengan kemenangan. Beliau berbicara kepada penduduk Mekah,
menyampaikan:
‘Kalian telah melihat betapa sempurnanya janji Allah. Sekarang
beritahukan kepadaku hukuman apa yang pantas dikenakan kepada kalian
atas segala kekejaman dan kebengisan kalian terhadap mereka yang
kesalahannya hanyalah karena mereka telah mengajak kalian untuk
menyembah Tuhan yang Maha Esa? Mendengar itu penduduk Mekah menjawab:
“Kami ingin engkau memperlakukan kami seperti Yusuf memperlakukan
saudara-saudaranya yang bersalah.” Mendengar permohonan tersebut,
Rasulullah s.a.w. langsung menjawab “Demi Allah, kalian tidak akan
dihukum sekarang ini dan tidak juga dimurkai.” (Hisham)
Al-Quran menyatakan:
‘Dan, perangilah mereka itu, sehingga tak ada lagi fitnah dan supaya
agama menjadi seutuhnya bagi Allah. Tetapi, jika mereka berhenti, maka
sesungguhnya Allah swt. Maha Melihat apa-apa yang mereka kerjakan.’ (S.8 Al-Anfal:39)
Ayat di atas menjelaskan kalau perang hanya boleh dilanjutkan sepanjang
masih ada laku aniaya dan manusia belum bebas menganut agama yang mereka
sukai. Jika musuh-musuh Islam menghentikan perang maka umat Muslim juga
harus berhenti pula.
Bangsa yang paling pantas mendapat hukuman sesungguhnya penduduk Mekah
itulah. Kalau Islam memang disiarkan melalui tekanan senjata, maka
kejadian kemenangan umat Rasulullah s.a.w. atas Mekah merupakan saat
paling tepat guna mengayunkan pedang untuk pembalasan dan penaklukan
agar orang-orang masuk ke dalam Islam. Tetapi nyatanya tidak demikian,
penduduk Mekah tunduk bukan karena pedang tetapi karena kasih sayang.
Kasih kepada diri Rasulullah s.a.w. dan kecintaan pada ajaran Al-Quran
yang mencerahkan kalbu.
Al-Quran menyatakan:
‘Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan. . .’ (S.2 Al-Baqarah:256)
Ayat di atas mengingatkan umat Muslim secara jelas dan gamblang untuk
tidak menggunakan kekerasan dalam menarik non-Muslim ke dalam agama
Islam. Dijelaskan juga alasannya mengapa kekerasan itu tidak perlu
digunakan yaitu karena jalan yang benar telah nyata bedanya dari jalan
kesesatan sehingga tidak ada pembenaran untuk menggunakan kekerasan.
Rasulullah s.a.w. secara tegas diingatkan Allah s.w.t. agar tidak
menggunakan kekerasan dalam upaya memperbaiki masyarakat. Status beliau
ditegaskan dalam ayat Al-Quran:
‘Maka nasihatilah, sesungguhnya engkau hanya
seorang pemberi nasihat. Engkau bukan penjaga atas mereka.’ (S.88 Al-Ghasyiyah:21-22)
Ajaibnya ayat di atas itu diwahyukan di Mekah di masa awal himbauan
Rasulullah s.a.w. dimana beliau telah diisyaratkan akan memperoleh
kekuasaan besar tetapi jangan menggunakannya untuk memaksakan kehendak
diri beliau atas orang lain. Pada intinya Rasulullah s.a.w. tidak pernah
menarik orang ke dalam agama Islam dengan kekuatan pedang tetapi
melalui laku takwa, kasih dan pengabdian beliau kepada Allah s.w.t. yang
telah menaklukkan hati para musuh sedemikian rupa sehingga mereka yang
tadinya berniat membunuhnya malah kemudian tunduk di kaki beliau dan
mempertahankan beliau dari serangan para musuh.
Pada saat haji perpisahan, Rasulullah s.a.w. dalam penutupan Khutbah Perpisahan beliau menyatakan:
‘Seperti halnya bulan ini suci, tanah ini tanah suci dan hari ini hari
suci, demikian pula halnya Tuhan telah menjadikan jiwa, harta benda dan
kehormatan tiap-tiap orang juga suci. Merampas jiwa seseorang atau harta
bendanya atau menyerang kehormatannya adalah tidak adil dan salah, sama
halnya seperti menodai kesucian hari ini, bulan ini dan daerah ini. Apa
yang kuperintahkan pada hari ini dan di daerah ini berarti bukan hanya
untuk hari ini. Perintah-perintah ini adalah untuk sepanjang masa.
Kalian diharapkan mengingat dan bertindak sesuai dengannya sampai kalian
meninggalkan alam dunia ini dan berangkat ke alam nanti untuk menghadap
Khalik-mu.’
Sebagai penutup beliau bersabda:
‘Apa-apa yang telah kukatakan kepada kalian, sampaikanlah ke
pelosok-pelosok dunia. Mudah-mudahan mereka yang tidak mendengarku
sekarang akan mendapatkan faedah lebih daripada mereka yang telah
mendengarnya.’ (Sihah Sitta, Tabari, Hisyam dan Khamis)
Kepedulian Rasulullah s.a.w. yang sangat atas kesejahteraan umat manusia
dan penciptaan kedamaian di seluruh dunia sungguh tidak ada batasnya.
Adalah suatu tragedi bahwa dalam masa sekitar seribu tahun terakhir ini
para pemuka dan negeri Muslim, sebagian besar telah mengabaikan hakikat
ajaran Al-Quran dan Rasulullah s.a.w. semata-mata hanya untuk pemuasan
keserakahan dan nafsu kekuasaan atau mencari kekayaan. Mereka berperang
satu sama lain untuk memperebutkan kekayaan duniawi dan melalui laku
lajak mereka telah menganiaya orang-orang yang tidak berdosa. Secara
culas mereka telah mengkhianati bangsanya sendiri dan sesama negeri
Muslim hanya untuk mendapatkan kekayaan moneter dan kekuasaan dari
musuh-musuh Islam. Sebagian besar dari pemuka ruhani dan duniawi telah
menyesatkan bangsanya sendiri dan membawa kebusukan dalam tubuh, fikiran
dan jiwa masyarakat. Pada masa kini, beberapa anak muda Muslim secara
konyol telah ‘dicuci otaknya’ sehingga menganggap laku barbar, teror,
bunuh diri dan pembunuhan yang mereka lakukan akan menjadikan mereka
mendapat derajat syuhada. Sesungguhnya mereka ini telah membawa
kebusukan ke ambang pintu agama yang katanya mereka cintai. Nama Islam
sekarang tidak lagi bernuansa kedamaian melainkan disinonimkan dengan
laku teror.
Sebagian besar negara-negara di dunia pernah melancarkan perang politis
tetapi kelihatannya hanya negeri-negeri Muslim yang melaksanakan perang
Jihad dimana mereka telah membantai satu sama lainnya. Berkaitan dengan
itu perlu kiranya disinggung juga kejadian di New York (peristiwa 11
September) dan apa yang terjadi di Afghanistan dan Timur Tengah dimana
‘Jihad Islam’ telah dilancarkan membabi-buta oleh organisasi-organisasi
Muslim ekstrim terhadap bangsa-bangsa non-Muslim.
Rasulullah s.a.w. ada mengingatkan bahwa umat Muslim di akhir zaman,
terutama para pemuka mereka, akan jauh sekali dari hakikat Islam dan
bahkan sebagian dari mereka akan menjadi seburuk-buruknya mahluk. Para
pemuka ini akan menyesatkan para muda-mudi Muslim yang sebenarnya
memiliki intelegensi cukup. Para pemuka ini mendidik dan
mengindoktrinasi mereka bahwa jika mereka menyerahkan nyawa dalam apa
yang mereka katakan sebagai jalan Islam, maka mereka ini akan langsung
masuk surga sebagai suhada. Betapa bohongnya mereka itu dan betapa
menipunya. Mestinya umat Islam bertanya kepada para pemuka itu “Atas
kewenangan siapa kalian ini membuat pernyataan seperti itu?” Wahai
muda-mudi Muslim yang diperintahkan melakukan tindakan mengerikan
demikian, kalau seperti kata mereka itu bahwa kalian akan jadi suhada
dan masuk surga, katakanlah kepada mereka silakan tunjukkan teladannya
dengan melakukannya sendiri. Tanyakan kepada mereka itu ‘Mengapakah kamu
mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan?’ (S.61 Ash-Shaf: 2)
Laku demikian sama sekali tidak bisa disebut sebagai suatu amal saleh,
bahkan lebih merupakan pencemaran nama Islam serta pendurhakaan terhadap
firman Tuhan. Al-Quran jelas menyatakan:
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta bendamu
antara sesamamu dengan jalan batil, kecuali yang kamu dapatkan dengan
perniagaan berdasar kerelaan di antara sesamamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu.’ (S.4
An-Nisa: 29)
Kata-kata ‘janganlah kamu membunuh dirimu’ melarang keras tindakan bunuh
diri. Disamping itu apakah mungkin laku pembunuhan orang-orang tidak
berdosa dianggap sebagai amal saleh yang akan memberikan izin seorang
Muslim masuk pintu surga? Yang pasti adalah membuka jalan ke pintu
neraka! Abu Zaid bin Thabit bin Dhahak meriwayatkan bahwa Rasulullah
s.a.w. bersabda:
‘Barangsiapa yang bersumpah palsu dan tidak mengatakan keadaan yang
sebenarnya, sesungguhnya ia bukan dari pengikut Islam sebagaimana ia
menganggap dirinya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebuah alat
maka ia akan disiksa dengan alat itu pada Hari Penghisaban. Seseorang
tidak boleh bersumpah tentang sesuatu yang bukan haknya. Mengutuk
seorang mukminin sama saja dengan membunuhnya.’ (Bukhari, Kitab Adab,
bab Memanggil dengan nama buruk dan mengutuk)
Dengan demikian para pria dan wanita yang menyebut dirinya Muslim yang
berencana membunuh dirinya atau mengajak orang lain untuk bunuh diri
dengan menggunakan bom sehingga menyebabkan matinya orang-orang yang
tidak berdosa, perhatikanlah ayat Al-Quran dan Hadith dari Penghulu
kalian. Bukan derajat suhada yang akan kalian peroleh tetapi neraka
jahanam.
Terorisme di abad modern ini sama sekali bertentangan dengan visi dan
penafsiran tentang hakikat Jihad Islamiah. Perang politis tidak bisa
disebut sebagai Jihad. Teriakan Jihad terdengar berulang-ulang dan dari
berbagai penjuru. Namun apa sebenarnya makna Jihad yang dimaksud Allah
s.w.t. dan Rasul-Nya? Apa yang menjadi Jihad di masa kini yang patut
kita ikuti? Al-Quran mengemukakan Jihad lain yang disebut sebagai Jihad
Akbar sebagai:
‘Janganlah mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al-Quran ini dengan jihad yang besar.’ (S.25 Al-Furqan:52)
Jihad akbar dan hakiki menurut ayat ini adalah melaksanakan dan
mengajarkan isi Al-Quran.Sekarang ini bukan lagi masanya menghunus
pedang tetapi saatnya menggunakan hujjah. Apa yang dimaksud dengan hal
ini dan bagaimana caranya kita harus masuk dalam medan laga agar manusia
menyadari keindahan Islam dan ajarannya? Salah satu jawabannya adalah
dengan memahami makna dari Jihad Fiallah atau Jihad Akbar yaitu Jihad
terhadap nafsu dan kecenderungan buruk dalam diri kita, khususnya
perjuangan kita melawan Syaitan. Inilah yang dimaksud dengan Jihad
hakiki, Jihad individual guna memperbaiki diri menjadi saleh dan hamba
Allah serta merobah Syaitan-syaitan dalam diri kita menjadi Muslim yang
muttaqi agar kita bisa menarik orang lain ke dalam agama Islam. Al-Quran
menyatakan:
‘Barangsiapa berjuang maka ia berjuang untuk dirinya pribadi,
sesungguhnya Allah Maha Kaya, bebas dari sekalian mahluk-Nya.’ (S.29
Al-Ankabut:6)
Ayat ini menggambarkan apa yang dimaksud sesungguhnya dengan seorang
Mujahid, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah. Wawasan agung dan
luhur yang dilaksanakan secara konsisten dan konstan dalam praktek
aktual itulah yang dimaksud sebagai Jihad dalam terminologi Islam,
sedangkan orang yang melaksanakan dan mengamalkannya disebut sebagai
Muhajid. Kita ini harus menjadi teladan yang sempurna dari ajaran Islam
dan untuk itu kita harus memahami ajaran Al-Quran serta sunah Rasul.
Rasulullah s.a.w. menyatakan bahwa sebaik-baik pernyataan dari keimanan
yang hakiki adalah orang lain selalu terpelihara dan hidup damai karena
perlindungan kita. Islam disebut agama yang terbaik ialah jika semua
orang aman dari kita dan kita tidak pernah mencederai mereka baik dengan
tangan atau pun lidah (Bukhari, Kitabul Iman).
Hadith itu merupakan kesimpulan dan teladan sempurna untuk kehidupan
kita di dalam masyarakat. Wajib bagi setiap Muslim bahwa perilakunya
harus menjadi teladan dan tidak ada siapa pun yang akan dirugikan dengan
cara apa pun. Hal ini menjadi bagian dari keimanan dan senyatanya
menjadi dasar dalam hubungan kita dengan Allah s.w.t.. Sebagai seorang
mukminin sejati, kita tahu bahwa tujuan utama dalam kehidupan ini adalah
mendekati Allah s.w.t.. Hidup ini singkat sekali dan sebelum kita
sadari, separuh usia sudah lewat dengan cepatnya. Kita mengetahui dari
Al-Quran bahwa hubungan seperti itu bisa diciptakan, namun juga
dinyatakan bahwa kita harus berjuang mencarinya. Jika kita perhatikan
kehidupan duniawi, kita bisa melihat upaya perjuangan seperti apa yang
harus dilakukan guna mencapai keberhasilan. Cara yang sama dengan
berjuang di jalan Allah akan menuntun kita pada pertemuan dengan
Wujud-Nya.
Semestinya kita menilik ke dalam batin sendiri dan melihat berapa
banyaknya waktu dan upaya yang dikeluarkan bagi keruhanian setiap
harinya. Apakah ada kita berupaya setengah atau bahkan seperempat dari
tenaga dan waktu yang dikeluarkan untuk dunia? Apakah hati kita
sesungguhnya mendambakan kasih Allah sebagaimana halnya mendambakan
kemewahan dunia? Apakah ada kita menghabiskan waktu yang banyak untuk
berdoa, membaca Al-Quran, membelanjakan harta dan waktu di jalan Allah?
Apakah hati kita ada menangis melihat penderitaan saudara-saudara kita
dan apakah ada kita berupaya datang kepada mereka dengan tulus hati
menyampaikan pesan Ilahi? Adakah kita mematuhi sepenuhnya ketentuan dan
peraturan dalam Kitabullah, karena sesungguhnya tidak ada petunjuk yang
lebih baik daripadanya. Semua ketentuan dan peraturan tersebut adalah
bagi kemaslahatan kita sendiri. Siapa yang mengetahui jalan Allah yang
terbaik kecuali Allah sendiri? Kita semestinya mematuhi kaidah Ilahi
guna memastikan bahwa kita terpelihara dari pengaruh jahat internal mau
pun eksternal diri kita serta mencerahkan perjalanan ruhani. Semua itu
memerlukan perubahan dalam kebiasaan dan gaya hidup yang selama ini
dianut. Fikiran dan pandangan perlu diubah dan dimodifikasi. Upaya
demikian adalah berat dan melelahkan tetapi semua perjuangan memang
berat dan menyakitkan adanya.
Orang-orang yang hidup berdasarkan pedoman Tuhan dan selalu berjuang di
jalan-Nya maka mereka menjadi teladan hidup dari hamba-hamba Allah.
Mereka kelihatan menonjol dibanding lingkungannya. Ada perubahan
sempurna dalam internal dan eksternal pribadi mereka sehingga
orang-orang lain akan terpana dan menghormati mereka karena adanya nur
Ilahi yang bersinar dari wajah mereka. Mereka itu senyatanya menjadi
bukti hidup dari ayat Al-Quran bahwa:
‘Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami,
sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.
Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.’
(S.29 Al-Ankabut:70)
Kata Jihad itu mencakup keseluruhan aktivitas positif yang harus
dilakukan seorang Muslim dan kita semua harus berlaku sebagai Mujahid
yang secara istiqomah memperbaiki diri. Berjuang demi Allah membutuhkan
tekad bulat dan keteguhan hati, dimana hal ini tidak mungkin bisa
dicapai tanpa keimanan, pemahaman dan keyakinan yang hakiki kepada Wujud
Maha Agung yang Maha Kuasa serta kepastian adanya kehidupan setelah
kematian. Jika seorang Muslim meyakini bahwa keimanannya itu benar
adanya, agama yang dianutnya itu juga benar maka ia tidak perlu takut
kepada orang-orang yang berusaha menariknya keluar dari keimanan
demikian. Sebaliknya, ia harus menerima mereka di rumahnya dengan senang
hati dan melalui amal dan kata yang saleh, insya Allah, bisa menarik
mereka ke dalam agamanya.
Sebelum masuk menjadi Muslim Ahmadiyah sekitar 14 tahun yang lalu, saya
selalu berusaha selama hampir dua tahun untuk menarik seorang teman
Ahmadi ke dalam agama Kristen. Teman ini sama sekali tidak mengambil
sikap permusuhan, malah ia banyak mengajarkan kepada saya kebenaran
agamanya dalam kata dan amal perbuatan, sehingga akhirnya tidak saja
saya malah jatuh cinta kepada agama Islam, bahkan aku mencintai teman
ini sebagaimana seseorang mencintai saudara kandungnya sendiri. Ia
selalu menempatkan agama dan kewajiban agama di muka segalanya, bahkan
kepentingan keluarganya sendiri. Melalui kata-kata dan amalnya yang
saleh serta mengikuti teladan Rasulullah s.a.w. ia ini tidak saja
berhasil menyeru saya tetapi juga banyak orang Inggris lainnya ke dalam
Islam yang hakiki. Ia melaksanakan Jihad hakiki, tidak dengan kekerasan
tetapi dengan ajakan yang lembut. Ia banyak mengalami rintangan namun
kesabaran dan sifat istiqomahnya, terlebih lagi kecintaannya kepada sang
Khalik, telah menjadikan dirinya sebagai penyeru kepada Allah yang
paling berhasil.
Pedih hati ini menyaksikan laku ketidakadilan yang ditimpakan
bangsa-bangsa Barat terhadap umat dan negeri-negeri Muslim. Tetapi lebih
menyedihkan lagi menyaksikan tindakan orang-orang yang menyebut dirinya
Muslim yang mencanangkan Jihad terhadap siapa pun yang tidak sependapat
dengan penafsiran mereka tentang ajaran Islam dimana mereka melakukan
tindak kekejaman yang memalukan atas nama Islam. Bagaimana bisa mereka
menarik minat orang lain kepada agama Islam?
Betapa menyedihkan dan memalukan bahwa seorang yang asing sama sekali
dan tidak pernah merugikan kita dan sedang menjalankan perintah
kedinasannya, lalu ditembak mati tanpa alasan sehingga isterinya menjadi
janda, anak-anaknya menjadi yatim serta tempat tinggalnya menjadi rumah
berkabung. Hadith mana dan ayat Al-Quran mana yang memerintahkan tindak
laku yang keji seperti itu? Apakah ada seorang saja ulama yang bisa
memberikan jawaban atas pertanyaan ini? Umat awam yang tidak
berpengetahuan, begitu mendengar kata Jihad lalu menjadikannya sebagai
pembenaran untuk memenuhi nafsu pribadi mereka sendiri.
* Bilal Atkinson adalah seorang Inggris pensiunan polisi dan sekarang
menjadi Amir Muballigh Wilayah Ahmadiyah dari bagian Timur Laut
Inggris.
Sekian dari saya semoga bisa menjawab seluruh pertanyaan anda mengapa islam ada perang.dll dan bisa membuka mata hati anda bahwa islam bukan agama kekerasan bahkan bukan agama teroris karena tidak ada ajaran didalamnya.
Wassalamuálaikum Wr.Wb
source